Mengenang Kecelakaan kereta Tumbal
Mengenang
Kecelakaan kereta Tumbal
Hari senin 11-06-2013, aku
dan teman ku fauzi jalan-jala ke Tumbal dan Si jeruk Kec. Sragi Kab. Pemalang
Dengan menggunakan sepeda hitam.
Di saat Berangkat aku lewat
jalan simpang tiga di Dungjaran aku ambil jalan kanan yang akan melewati desa
Klunjuk’an dan di sela perjalanan terdapat jembatan yang sedang di perbaiki,
akhirnya kami melewati jembatan darurat yang sangat susah jika bersimpangan
setelah kami melewati jembatan tersebut rasa lega menghampiri, orang-orang di
desa Klunjuk’an sangat ramah. Waktu terus berlalu tak terasa kami telah sampai
di daerah perbatasan Kab. Pekalongan dan Kab. Pemalang. “Ham... Inilah
perbatasan yang aku ceritakan sungguh tragis perbatasan antar kabupaten yang
tidak layak seharusnya perbatasan ini di perbaiki dan di cat agar menarik di
pandang...!.” Fauzi berkata, da aku menjawabnya dengan rasa percaya diri tinggi
“Ya....... Seharusnya memang begitu.” Saat kami mencapai di PG (Pabrik Gula )
kami mencium bau yang kurang sedap, Fauzi bergumam “hmm.. bau apa ini?.” Aku
menjawab “mungkin ini bau hasil dari limbah tak terpakai dari PG.”.
Akhirnya dengan perasaan lega
saya sudah mencapai tujuan saya yaitu desa Tumbal Kec. Sragi Kab. Pemalang yang
konon dulu setiap penggilingan tebu harus di berikan tumbal berupa Penganten
baru yang ikut di giling untuk persembahan. Kami terus mengayuh sepeda ku ke
tujuan awal dan tujuan utama yaitu rel KA Tumbal tanpa palang pintu yang
menghadang. Dengan membawa beberapa bunga mawar dan melati saya kembali
mengenang kejadian tragis yang menimpa saudara saya, kecelakaan KA dengan mobil
Carry yang sedang akan mengirimkan bahan ke daerah Pemalang kota, namun sebelum
sampai di tujuan saudara saya terjebak dan tidak bisa jalan di rel KA . Saat
sang karyawan turun Saudara saya sedang ingin turun namun tragis Saudara saya
kekurangan waktu, saat akan keluar dari mobil KA menghantam mobil beserta
Saudara saya saudara saya terseret +- 225 M jenazah korban sangat susah di
ambil karena terjepit badan mobil yang sudah ringsek.Waktu terus berlalu tak
terasa sudah menunjukan pukul 15.45 WIB saya pulang melalui jalur yang berbeda
saya melewati jalur desa Dungjaran.
Perbedaan waktu tempuh saya saat lewat desa Klunjuk’an dan desa
Dungjaran sekitar +- 30 menit, sesampainya di rumah saya bersiap siap untuk
melaksanakan ibadah sholat Maghrib di mushola Baitul Muslimin.
di ceritakan dari kejadian nyata.
Komentar
Posting Komentar